Jakarta – Konflik India dan juga Pakistan dapat mempengaruhi permintaan ekspor minyak sawit atau crude palm oil (CPO) dari Indonesia. Chief of Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro menyatakan kedua negara yang mana berada dalam berkonflik itu sebagian besar mengimpor CPO dari Indonesia.
Andry memaparkan dari keseluruhan ekspor CPO Indonesia, banyaknya 10,5% untuk Pakistan, serta 14,8% untuk India. Lantas, jumlah keseluruhan ekspor CPO untuk kedua negara itu mencapai hampir 25%.
“Tentu hanya kalau konfliknya semakin memburuk, akan berdampak terhadap permintaan dari kedua negara tadi terhadap ekspor CPO kita,” terang Andry di Mandiri Economic Outlook kuartal II-2025, Awal Minggu (19/5/2025).
Namun begitu, ia memaparkan pada beberapa hari terakhir, konflik India juga Pakistan sudah ada mempunyai perkembangan yang digunakan cukup positif. Keduanya sudah ada melakukan gencatan senjata, lalu diperkirakan akan melakukan rekonsiliasi.
Di samping itu, Andry menyampaikan porsi keseluruhan ekspor RI ke Pakistan relatif rendah semata-mata sekitar 1,3%. Sama halnya dengan India yang tersebut meskipun satu di antaranya lima negara tujuan ekspor utama Indonesia, belaka memegang porsi 7,7%, di dalam bawah China kemudian Amerika Serikat.
Di sedang keadaan ini, pemerintah RI memutuskan meninggal tarif pungutan ekspor minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dari sebelumnya 7,5% berubah menjadi 10%. Aturan ini berlaku mulai minggu lalu, Hari Sabtu (17/5/2025).
Kebijakan yang disebutkan diatur di Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 30 Tahun 2025 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Pada Kementerian Keuangan.
Adapun, tarif pungutan ekspor yang ditetapkan yaitu 10% dari nilai tukar referensi CPO kementerian yang digunakan menyelenggarakan urusan pemerintahan ke bidang perdagangan.
Selain itu, tarif pungutan ekspor sebesar 10% juga dikenakan pada item Minyak Inti Sawit (Crude Palm Kernel Oil), Palm Oil Mill Effluent Oil, Minyak Tandan Kosong Kelapa Sawit (Empty Fruit Bunch Oil), Soap Stock, Minyak Jelantah, Glycerine Water, Biodiesel Fatty Acid Methyl Ester juga High Acid Palm Oil Residue.
“Tarif pungutan yang tersebut dikenakan terhadap pelaku bisnis kemudian eksportir dibayar di mata uang Rupiah dengan nilai kurs yang berlaku pada pada waktu pembayaran,” tulis Pasal 7 ayat (2) di PMK tersebut.
Next Article Setoran Pajaknya Lancar, Begini Kondisi Planet Usaha Selama 2024
Artikel ini disadur dari Awas! India-Pakistan Tegang, Ekspor CPO RI Terancam











